Fuzhou, Tiongkok – Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) kembali menunjukkan komitmennya dalam mempromosikan rumput laut Indonesia di kancah internasional dengan mengikuti Fuzhou International Fisheries Expo (FIFE) 2024 yang diadakan di Fuzhou, Fujian, Tiongkok. Delegasi ARLI dipimpin oleh Ketua Umum ARLI dan Ketua Komite Tetap Asosiasi Industri Perikanan, Peternakan & Pengolahan Makanan, Bidang Asosiasi & Himpunan KADIN INDONESIA, Safari Azis.
Salah satu agenda utama ARLI di FIFE 2024 adalah menghadiri dan memberikan cinderamata kepada peserta dari China, Jepang, Korea Selatan, Filipina, dan Malaysia pada pertemuan “ASEAN - China - Japan - South Korea Seaweed Cooperation: Belt & Road Initiative”. Pertemuan ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama antar negara di kawasan ASEAN, China, Jepang, dan Korea Selatan dalam bidang budidaya dan perdagangan rumput laut.
ARLI juga memanfaatkan kesempatan ini untuk berdiskusi dengan Atase Perdagangan KBRI Beijing dan Kepala Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Shanghai di stand pameran produksi Perikanan Indonesia. Diskusi ini fokus pada strategi dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia ke pasar global.
Safari Azis, selaku Ketua Umum ARLI, juga diwawancarai oleh media dan kantor berita XINHUA di Fuzhou city, Fujian province, China. Dalam wawancara tersebut, Safari Azis menyampaikan optimismenya terhadap prospek cerah pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional. Dia juga menekankan pentingnya kerjasama antar pemangku kepentingan untuk meningkatkan daya saing dan kualitas rumput laut Indonesia.
Partisipasi ARLI di FIFE 2024 diharapkan dapat:
• Meningkatkan kesadaran global tentang potensi rumput laut Indonesia.
• Memperkuat kerjasama antar negara di kawasan ASEAN, China, Jepang, dan Korea Selatan dalam bidang budidaya dan perdagangan rumput laut.
• Mendorong peningkatan ekspor rumput laut Indonesia ke pasar global.
Salam sehat & sukses Insan Perikanan Indonesia
Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) memainkan peran penting dalam Forum Pengembangan Industri Akuakultur dan Maritim China-ASEAN yang diselenggarakan di Universitas Sun Yat Sen, Zhuhai, Guangdong, Tiongkok, pada 4-10 Maret 2024.
Ketua Umum ARLI, Safari Azis, didampingi Wakil Ketua Umum Fattah Maskur dan Kepala Badan Ristek Dr. Maya Puspita, menghadiri forum tersebut. Forum ini bertujuan untuk memfasilitasi Belt and Road Initiative dan mempromosikan kerjasama teknis dalam pengembangan industri akuakultur dan maritim antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN.
Forum ini membahas berbagai tema terkait industri budidaya, termasuk udang, ikan, rumput laut, fasilitas akuakultur, produk hijau, pengembangan biofarmasi, dan pemberdayaan finansial industri maritim.
Kehadiran ARLI di forum ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani dengan Asosiasi Industri Rumput Laut Tiongkok (China Seaweed Industry Association) pada tahun 2016 di Jakarta. MoU ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan pengembangan industri rumput laut antara Indonesia dan Tiongkok
Safari Azis, Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), menghadiri acara penutupan the 22nd International Seaweed Symposium (ISS) 2016 yang diselenggarakan di Copenhagen, Denmark. Pada acara tersebut, Safari Azis memberikan sebuah cindera mata istimewa kepada Hans Porse, seorang tokoh penting dalam pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia.
Cindera mata yang diberikan oleh Safari Azis kepada Hans Porse adalah sebuah perahu Pinisi yang terbuat dari kerajinan perak. Perahu Pinisi memiliki makna simbolis sebagai transportasi dan angkutan cargo laut yang digunakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Perahu ini juga melambangkan perjuangan dalam pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia.
Perjalanan pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dimulai dengan ekspedisi True Blue pada tahun 1978. Ekspedisi ini melibatkan beberapa tokoh terkemuka dalam industri rumput laut, termasuk Hans Porse dari Denmark, Iain Neish dari Amerika Serikat, Claude Wolve dari Prancis, serta Hariadi Adnan dan rekan-rekannya dari Indonesia. Mereka melakukan survei untuk menemukan potensi lokasi budidaya rumput laut di kawasan Timur Indonesia.
Pemberian cindera mata perahu Pinisi oleh Safari Azis kepada Hans Porse menjadi momen bersejarah yang mengingatkan akan kerjasama dan upaya bersama dalam mengembangkan budidaya rumput laut di Indonesia. Safari Azis berharap bahwa kerja sama internasional yang terjalin melalui ISS 2016 akan terus memperkuat industri rumput laut Indonesia dan membawa manfaat bagi masyarakat serta lingkungan.
Produk rumput laut berupa agar-agar dan karaginan tetap dipertahankan dalam daftar produk organik oleh otoritas Amerika Serikat. Hal ini menguntungkan Indonesia sebagai produsen rumput laut jenis cottonii dan gracilaria tropis terbesar dunia.
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis, dari Washington DC, akhir pekan lalu, mengemukakan, keputusan AS untuk mempertahankan produk karaginan dan agar-agar dalam daftar produk organik telah melalui proses evaluasi selama hampir dua tahun dan turut didukung Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat. Selain itu, peran serta asosiasi industri rumput laut Filipina, China, dan importir hasil olahan rumput laut di Amerika Serikat.
”Keputusan ini menggembirakan. Kita harus menjaga rumput laut dalam status organik supaya aspek pasar dan harganya lebih bagus sehingga lebih menyejahterakan pembudidaya,” kata Azis.
Rumput laut merupakan bahan makanan untuk pencampur, pengenyal, dan pengemulsi yang dinilai ramah lingkungan. Dengan dipertahankannya komoditas rumput laut dalam daftar organik, nilai jual rumput laut akan meningkat dan penggunaannya semakin luas sebagai bahan makanan.
Azis menambahkan, keputusan AS menjadi acuan pasar internasional bagi rumput laut dan diharapkan membuka peluang perluasan pasar. Saat ini pasar rumput laut Indonesia mencakup China, Filipina, Jepang, AS, dan Uni Eropa. Adapun penggunaan karaginan di Indonesia cenderung masih rendah. Saat ini, sebagian besar rumput laut diekspor dalam bentuk bahan baku kering.
Pemerintah dinilai perlu membentuk tim solid lintas kementerian yang mengagendakan upaya bersama mempertahankan rumput laut agar terus dimasukkan sebagai produk organik. Rumput laut saat ini menjadi salah satu komoditas budidaya unggulan untuk ekspor kelautan dan perikanan, di samping udang. Di sisi lain, pengembangan budidaya rumput laut perlu terus didorong dengan kemudahan perizinan.
Secara terpisah, Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Erwin Dwiyana mengemukakan, hasil kajian yang dilaksanakan lima tahun sekali oleh USDA terhadap bahan tambahan pangan (BTP) menyebutkan bahwa agar-agar dan karaginan rumput laut masuk dalam BTP pada pangan organik sampai dengan tahun 2028 sehingga penggunaannya luas untuk pangan yang berlabel pangan organik.
”Hasil review ini memberikan dampak positif terhadap program hilirisasi rumput laut dan peningkatan ekspor produk rumput laut bernilai tambah seiring dengan bertumbuh kembangnya industri pengolahan agar yang berbahan baku gracillaria dan karaginan yang berbahan baku cottonii,” kata Erwin.
Pada tahun 2022 Indonesia mengekspor rumput laut sebagai bahan baku ataupun produk olahan ke AS sebanyak 6.703.140 kilogram atau meningkat 7,5 persen dibandingkan dengan tahun 2021 sejumlah 6.194.084 kg. Nilai ekspor rumput laut juga meningkat 33 persen dari 14,47 juta dollar AS pada 2021 menjadi 21,71 juta dollar AS pada 2022.
Azis mengemukakan, Indonesia perlu terus menjaga keunggulan komparatif rumput laut yang dibudidayakan dengan cara natural. Di sisi hilir, aspek pengolahan rumput laut dan kelayakan peralatan di pabrik olahan perlu terus dibenahi agar tidak mangkrak. Hingga saat ini daya serap pabrik pengolahan dalam negeri masih tergolong rendah. Upaya pengembangan industri rumput laut dinilai perlu mengarah pada peningkatan suplai pada rantai pasok global. ”Hilirisasi yang belum optimal dinilai jangan menjadi penghalang bagi pemasaran bahan baku untuk rantai pasok global,” ujarnya.
Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) yang merupakan anggota luar biasa Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan China Chamber of Commerce of Import & Export of Foodstuffs, Native Produce and Animal By-Products (CFNA) atau Kamar Dagang Tiongkok yang memuat kerangka dasar kerjasama antar kedua negara khususnya terkait perdagangan, pertukaran informasi serta dukungan, upaya penyelesaian kendala dan promosi melalui situs jaringan.
Penandatanganan nota kesepahaman yang diinisiasi oleh Kementerian Perdagangan RI bersama Kedutaan Besar RI untuk Tiongkok ini berlangsung di Kantor Kementerian Perdagangan RI di Jakarta, sementara pada saat yang bersamaan pihak Tiongkok juga melakukan penandatanganan di Beijing, Jumat (11/11/2022).
Ketua Umum ARLI, Safari Azis mengungkapkan bahwa Tiongkok merupakan pangsa pasar terbesar yaitu sekitar 70 persen ekspor rumput laut Indonesia baik berupa bahan baku maupun produk olahan.
Namun demikian terkadang masih terdapat kendala yang terkait dengan regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing otoritas kompeten, sehingga dipandang perlu untuk melakukan upaya mediasi melalui Kamar Dagang Tiongkok tersebut.
Khususnya mengingat rumput laut adalah komoditi Non-Animal Origin atau bukan berasal dari hewan, sehingga diperlukan adanya pengecualian atau pembedaan perlakuan dengan komoditi perikanan lainnya. Disamping itu situasi rumput laut secara global juga membutuhkan sebuah kerjasama dalam bidang penelitian dan pengembangan serta penanganan isu atau kampanye negative terkait rumput laut dan produk olahannya, papar Safari Azis yang juga merupakan Ketua Komite Tetap KADIN Indonesia Bidang Asosiasi Industri Pertanian, Kehutanan, Peternakan, Perikanan dan Pengolahan Makanan.
Menanggapi tentang maraknya upaya yang dilakukan untuk menarik investasi di sektor komoditi rumput laut, Safari menegaskan bahwa perlu adanya kehati-hatian dalam membuka peluang investasi tersebut agar jangan sampai mematikan pelaku usaha yang sudah ada, juga pemahaman tentang jenis-jenis dan turunannya serta ekosistem hulu-hilir industri rumput laut agar pengembangannya sesuai dengan kebutuhan pasar.
Sebaiknya peningkatan produksi budidaya rumput laut di sektor hulu dan peningkatan daya saing industri pengolahan di sektor hilir menjadi fokus utama Indonesia saat ini. ARLI telah menyampaikan beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pengambil kebijakan, kata Safari.
Dikatakan Safari, pihaknya prihatin terhadap adanya sejumlah pabrik pengolahan rumput laut yang dibangun oleh pemerintah namun belum beroperasi hingga saat ini. Kehadiran investor dengan dukungan modal dan teknologi tentunya diharapkan dapat pula menyelamatkan aset negara.
Kemudian yang saat ini sudah mulai dikembangkan oleh sejumlah investor di beberapa lokasi di Indonesia adalah Company Farming yang menerapkan teknologi budidaya rumput laut mulai dari pembibitan, panen dan paska panen yang diharapkan akan meningkatkan kualitas sekaligus kuantitas produksi rumput laut Indonesia. Dan yang terakhir alternatif investasi juga dapat dilakukan adalah bekerjasama dengan pabrik pengolahan yang sudah ada melalui alih teknologi, penelitian dan pengembangan, permodalan serta akses pasar yang dapat meningkatkan daya saing di pasar global.
Perlu juga memberikan prioritas kepada investor yang akan mendirikan pabrik pengolahan rumput laut yang tidak mengolah dari bahan baku rumput laut kering, melainkan produk setengah jadi hasil produksi pabrik pengolahan yang sudah ada. Ini untuk menjaga keberlangsungan dan keseimbangan usaha, ungkap Safari.
Selain itu, lanjut dia, diharapkan juga adanya industri pengolahan yang mengolah jenis rumput laut selain Eucheuma dan Gracilaria, agar ketersediaan bahan baku untuk memproduksi Hidrokoloid yang saat ini masih terbatas, tidak terganggu.
Dan tentunya yang masih bisa terus dikembangkan adalah pabrik pengolahan rumput laut untuk menghasilkan pupuk, pakan ternak, sumber energi, bio-plastik dan lain sebagainya, pungkas Safari.
At the invitation of long-time Foundation supporter Mr Safari Azis, Chairman of the National Organizing Committee (NOC), 21st International Seaweed Symposium (ISS), the Foundation was provided space and time to promote to the 600 international and national delegates the Foundation’s humanitarian efforts throughout the country.
Stressed was the direct relationship between high cataract incidence and coastal fishing / seaweed farming families. In this regard, the NOC Chairman commissioned two dozen paintings depicting seaweed farming, which were sold and / or auctioned at the Symposium and proceeds going to the Foundation.
This unique partnership provided much needed exposure to an international audience. We are grateful to the NOC and its Chair for giving us this unique opportunity.
Friday, April 26, 2013. About 11.30 afternoon (middle Indonesia times), the 21st International Seaweed Symposium held on April, 21-26 in Bali Nusa Dua Convention Centre is closed officially by the President of ISA , Mr. Iain Neish.
In his speech, Mr. Iain Neish appointed his sincere apology if in this symposium event there are unpleasant things to the participants. Of course, it is the hope of all the input It will become an evaluation of the event in the future , either in national and international scale.
According to Pate Bixler "former ISA Treasurer", one of senior participant, who has attended the ISS since in Vancouver, Canada in 1989; Paris, France in 1992; Valdivia, Chile in 1995; Cebu, Philippines in 1998; Cape Town, South Africa in 2001; Norway, Norway in 2004; Kobe, Japan in 2007; Ensenada, Mexico in 2010; and this time in Bali, Indonesia in 2013. He concluded that, this time, the ISS-XXI is the most magnificent event supported by luxury venues facility, pleasant accommodation and transportation and abstracts material from research with update references.
All of the facility is fully supported by all the stakeholders either from government institution, business people, association support and reliable human resources support from the National Organizing Committee (NOC), backed up by the presence of Pacto as a professional event organizer.
Of course, these beautiful moments and memories can make Indonesia more well known in the business international. As the national anthem, Indonesia Raya, sang to 50 countries representative from all over the world who had natural coastal potential, once again, see us, the INDONESIAN children can stand still as the biggest tropical seaweed in the world.
GREAT AND EXCITED.....!!!!! “WONDERFULL INDONESIA............. olla gracias, BALI mercy!!!!!!.
Thursday, April, 25th in the backyard of Bhagawan Park, Nusa Dua Bali, exactly at 7.00 pm, the participants of the International Seaweed Symposium get a special surprise from the National Organizing Committee (NOC) by presenting a Gala Dinner with the theme “Wonderfull Indonesia” in cultural night program, as one part of the symposium activity held once every three years.
The event officially opened by the Chief of the Committee, Mr. Safari Azis, he explained about the history of the Bhagawan Park with the first activity of seaweed cultivation in Bali. Because the coastal region is right behind this park and become the first place of seaweed cultivation experiment, later on developing the thallus and its branch to all over the country until now.
Next is the speech of the International Seaweed Association Counsil (ISAC) representative, Mr. Thierry Chopin. He gives the highest appreciation to the local committee, in this case the National Organizing Committee (NOC) and also the Event Organizer (EO) Pacto Convex who had held this big event successfully.
“AMAZING, WONDERFULL, FANTASTIC UN PERFECTO........ olla gracias!!!
Monday, April 22nd, in Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC) exactly at 10.00 a.m., the Minister of Marine Affairs and Fisheries did the gong hitting as sign of the opening ceremonial of the International Seaweed Symposium (ISS-XXI). The Bali province Governor represented by Bali province secretary along with the head of marine Affairs and Fisheries department of Bali province and head of Badung regent and head of Marine affairs and fisheries of Badung Regency with all the staff.
According to location monitoring there are about 1.000 people crowded the venue of Nusa Dua Ballroom, consist of 620 symposium participants, 59 accompanying persons and 350 invitations of exhibition participant and promotion of “Gerakan Sehat Makan Rumput Laut” to prove to the world about national seaweeds potention, as now as the biggest supplier of tropical seaweed in the world.
In his speech, The Minister of Marine Affairs and Fisheries said that “the blue ocean” program and Fisheries industry Upstream In order to increase value added to all commodities of fisheries and marine, that is in cultivation sector, fisheries coating industry, and other industry with fisheries and marine base.
He also stressed the need of good organizing field especially for seaweed commodity that become a big interest for last few years. So, the planned target can achieve and give a positive contribution to the welfare of seaweed farmers in the future.
Ministry of Marine Affairs and Fisheries is the main support in this big event where the Minister of Marine Affairs and Fisheries directly accompanied by Director General for Processing and Marketing, Mr. Saut Hutagalung, Director General of Cultivation, Mr. Slamet Subiyakto, Director of Business and Investation, Mr. Made Artajaya.
This event is a business and scientific meeting involved all representative from stakeholders in seaweed community all over the world.
Peluang Investasi Usaha Rumput Laut ARLI
Seri Kedua Eksport Training Online dengan judul "Pemanfaatan Indonesia Chile Comprehensive Eocnomic Partnership Agreement Bedah Pasar Ekspor Rumput Laut Ke Republik Chile". Kegiatan ini dilaksanakan berkat kerjasama antara ITPC Santiago, Asosiasi Rumput Laut Indonesia dan FTA Center Makassar.